Thursday, July 22, 2004
diantara para kandidat presiden kita
Manakah yang akan…

Mari kita analisa bersama, di antara kedua kandidat presiden kita (SBY & Mega), manakah yang akan melakukan tindakan di bawah ini (atau kita minta mereka untuk melakukan komitmen untuk melaksanakan perilaku yang tertulis di bawah ini) :
Dalam tingkat Nasional :
Sebagai individu :
- Menjadi hamba 4JJ1 yang menjunjung tinggi kalimatNya dan menjadi seorang muslim yang patut diteladani dalam pelaksanaan ibadah dan akhlak
- Mendukung/terlibat langsung dalam menyuburkan da’wah Islam di negeri kita
- Memiliki keprihatinan dan perhatian yang tinggi terhadap nasib negeri-negeri Islam, bisa menjadi duta negara yang baik di dunia Islam
- Bisa berdiri sebagai tokoh muslim yang kokoh dan disegani, dengan melakukan pembelaan terhadap kaum muslimin yang tertindas di seluruh penjuru dunia (Bebaskan Palestina !! Bebaskan Palestina !! Bebaskan Palestina !!)
- Dekat dengan para ulama dan mengutamakan pengambilan pertimbangan yang Islami dalam segala tindakan (tidak artifisial tentunya)
- Menunjukkan sikap anti penjajahan dalam bentuk apapun dan cinta damai
- Berlaku profesional, tidak menempatkan kepentingan individu, keluarga, golongan/kelompok di atas kepentingan rakyat dan negara. (ini berarti melepaskan kedudukan sebagai ketua partai tentu)
- Tidak terlibat sedikitpun dalam perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme
- Menunjukkan sikap positif, mendukung dan terlibat dalam gerakan anti pornografi dan anti pornoaksi
- Melakukan gerakan hidup sederhana dan menghimbau semua dalam kabinet dan keluarganya untuk melakukan hal yang sama
- Tidak melakukan perilaku yang menunjukkan keberpihakan pada hedonisme dan konsumerisme
- Menunjukkan sikap bijak, merangkul semua kalangan dan berperilaku sebagai unsur pemersatu bangsa
- Berperan sebagai pendidik bangsa, melakukan tindakan yang baik dan bisa menjadi teladan bagi semua kalangan
- Berpihak pada rakyat miskin dan memperjuangkan kepentingan mereka untuk berkembang, tanpa berlaku tidak adil pada pemilik modal
- Bersedia diturunkan dari jabatannya kapanpun

Sebagai pemegang fungsi eksekutif tertinggi :
- Mengambil kebijakan yang progresif (berorientasi masa depan) dan egaliter (bersifat kerakyatan) pada sektor ekonomi dan pendidikan
- Memperbesar anggaran untuk sektor pendidikan, mengutamakan pendidikan yang murah dan berkualitas untuk rakyat
- Tidak mengambil pendekatan militeristik dalam penyelesaian konflik vertikal
- Memperbaiki keadaan ekonomi tanpa menjual aset-aset negara atau menaikkan tarif kebutuhan rakyat harian (listrik, BBM, telepon, dll)
- Menuntut pelaku penjualan aset negara sebagai pengkhianat ekonomi masa depan dan mengklaim kembali aset negara yang telah dijual dengan pertimbangan ekonomi kerakyatan (jangan mau dibilang gak profesional, daripada kejebak seumur-umur)
- Menindak pelaku korupsi, kolusi dan nepotisme dengan seberat-beratnya
- menaikkan iklim investasi tanpa memperlakukan rakyat sendiri sebagai buruh berupah rendah
- menumbuhsuburkan ekonomi berbasis kerakyatan dengan memberi peluang besar untuk berkembangnya industri kecil
- menindak berat semua perilaku & pelaku monopoli dalam semua sektor
- memberlakukan sensor yang ketat terhadap pornografi dan pornoaksi untuk menjaga terjadinya penyimpangan kesehatan kognisi, perilaku sosial menyimpang (tindak kejahatan) dan perilaku asosial antar gender (kejahatan seksual, dll)
- menindak dengan tegas pemicu konflik berdarah di Ambon, Poso, dll dengan hukuman seberat-beratnya
- memperjuangkan kelestarian lingkungan
- mempertahankan pola demokrasi yang adil dan egaliter

melakukan tindakan di bawah ini dalam tingkat internasional :
- Tidak tunduk pada keinginan negara-negara barat
- mendukung perjuangan rakyat Palestina di muka dunia internasional
- mengirimkan pasukan bantuan untuk membela perjuangan rakyat Palestina (Allahu Akbar!!)

ini belum selesai.. masih banyak sekali yang belum tertulis disini.
Gimana? Susah kan? Ayoo.. siapa mau mundur??
posted by Gina Al ilmi Santoso @ 12:41 AM   0 comments
Monday, July 19, 2004
penjelasan
maaf bila yang tertulis disini terlihat dalam setting yang tidak dapat dimengerti, ada muatan tabel yang saat dicopy tidak bisa menjadi seperti bentuk asli..
disarankan untuk membaca paragraf-paragrafnya saja. itu sudah cukup bisa dicerna.
terimakasih atas perhatiannya

posted by Gina Al ilmi Santoso @ 3:13 AM   0 comments
ide kecil 3
topik : pendidikan

Menggagas Pendidikan Kewirausahaan Berjenjang
dalam Kurikulum

Banyak siswa-siswi SMU dan lulusan perguruan tinggi yang akan lulus dalam waktu dekat. Setelah lulus, yang menjadi harapan mereka adalah bekerja, menjadi pegawai dan memperoleh gaji agar bisa memperoleh hidup yang mapan dan berkecukupan. Namun kenyataan mengatakan lain. dunia kerja kita hanya membutuhkan sedikit tenaga baru, bahkan banyak usaha yang melakukan penyusutan jumlah pegawai. Sehingga, tidak mengherankan bila jumlah pengangguran semakin banyak dari tahun ke tahun.
Permasalahan yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah pengangguran amat kompleks dan beragam. Kekhawatiran akibat bertambahnya pengangguran ini tidak hanya dirasakan oleh mereka yang menganggur saja, tapi juga keluarga dan masyarakatnya.
Problema psikologis yang ditimbulkan dari perilaku tidak produktif itu beragam. Selain menjadi beban keluarga, mereka juga menyebabkan keresahan masyarakat, dengan perilaku yang tidak produktif, dan tidak mencontohkan perbuatan yang bisa ditiru oleh generasi yang lebih muda atau anak-anak.
Mereka yang tidak bekerja memiliki beban psikologis karena merasa diri tidak berguna. Pekerjaan, yang seharusnya bisa memberikan status sosial dan kemapanan, tidak mereka miliki, sehingga menimbulkan tekanan psikologis yang bisa mengarah pada depresi. Selain itu juga, dengan menjadi pengangguran, mereka tidak mendapatkan respek yang diinginkan dari masyarakat, terutama untuk masyarakat kita yang masih mengagungkan status sebagai simbol sosial.
Keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang menganggur juga menghadapi masalah sendiri. Mereka yang masih belum bekerja menjadi beban bagi keluarganya. Beberapa orangtua dari mereka merasa malu dan merasa anaknya tidak dapat dibanggakan. Kondisi ini sendiri menjadikan mereka yang masih belum bekerja menjadi terbebani dan makin mudah depresi.
Kemudian, beberapa mengembangkan kreativitasnya, mencoba memperluas kemungkinan memperoleh penghasilan, tidak hanya dengan bekerja pada suatu perusahaan, dengan digaji oleh orang lain, tapi ia pun bisa mengembangkan usaha mandiri yang membuatnya bisa menggaji dirinya sendiri. mereka, menjalankan suatu usaha mandiri yang biasa kita sebut berwirausaha, dan menjadi wiraswastawan atau enterpreneur.

Apa itu Enterpreneur ?
 Menurut kamus besar bahasa Indonesia, entrepreneur adalah orang yang berani beresiko untuk mendapatkan keuntungan dalam konteks ekonomi.
 Sedangkan menurut Kao, enterpreneur is the process of doing something new or something different to create health, wealth for the individual, and add value to the society.
Secara sederhana, enterpreneur dapat diartikan sebagai wirausaha, dimana terdapat semangat yang mencerminkan kemandirian. Sosok enterpreneur tidak melulu mengacu pada profesi, melainkan juga jiwa dan semangat yang melekat pada profesi tersebut. Enterpreneur mampu menciptakan pekerjaan bagi dirinya sendiri, juga bagi orang lain.

Mengapa penting?
Generasi muda harus diberi bekal tambahan agar dapat bertahan dalam era Globalisasi. Kemudian, generasi muda-lah yang harus menghadapi kompensasi hutang negara yang makin menjulang. Sebuah masalah yang sebenarnya bisa ditangani dengan pendidikan yang tepat dan bukan dengan komersialisasi aset negara atau penjualan perusahaan milik negara pada pihak asing, karena hasil bumi dan kreativitas SDM kita masih kurang tergali

Fenomena Pengangguran
Sejak krisis ekonomi melanda tahun 1999 lalu, angka pengangguran rupanya terus membengkak. Orang makin sulit mendapatkan pekerjaan atau penghasilan untuk mempertahankan hidupnya.
Berdasarkan data Bapenas, saat ini jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mencapai angka 9,1 juta jiwa. Jika para pengangur tidak kentara dimasukkan, yakni pekerja yang bekerja di bawah 35 jam seminggu, maka angka itu membengkak menjadi hampir 40 juta. Jadi, hampir seperempat dari total jumlah penduduk kita

Penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut Pendidikan Tertinggi yang ditamatkan dan Kegiatan Selama seminggu yang lalu
(Data BPS 2002)



Pendidikan tertinggi yang ditamatkan
Angkatan Kerja



Jumlah angkatan kerja

% bekerja terhadap angkatan kerja
Bekerja Pernah bekerja Tidak pernah bekerja Jumlah Total
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0 6 634 030
14 595 731
34 605 638
14 090 616
1 251 854
10 073 292
6 015 070
886 233
1 078 276
2 416 426
173 566
433 404
1 067 037
673 499
57 301
665 202
388 720
35 983
72 276
120 364 41 174
220 164
1 286 293
1 303 570
112 125
1 473 061
717 147
50 629
91 583
149 051 214 740
653 568
2 353 330
1 977 069
169 426
2 138 263
1 105 867
86 567
163 869
269 415
6 848 770
15 249 299
36 958 968
16 067 685
1 421 280
12 211 555
7 120 937
972 800
1 242 135
2 685 841
96,86
95,71
93,63
87,70
88,08
82,49
84,47
91,10
86,81
89,97



Bukan Angkatan Kerja



Jumlah Total
%
terhadap penduduk usia kerja
Sekolah Mengurus rumah tangga lainnya jumlah kerja Tdk kerja
-
96 950
2 376 482
5 892 336
434 983
2 001 303
330 956
37 057
41 813
26 919 2 452 833
4 557 963
11 513 436
4 926 828
513 122
3 074 783
1 193 989
81 882
178 625
239 637 2 163 435
1 591 621
2 013 341
930 888
118 973
665 433
342 070
23 829
53 135
85 042 4 616 268
6 246 534
15 903 259
11 750 052
1 067 078
5 741 519
1 867 015
142 768
273 573
342 598 11 465 038
21 495 833 52 862 227
27 817 737
2 488 358
17 953 074
8 987 952
1 115 568
1 515 708
3 028 439 59,74
70,94
69,92
57,76
57,12
68,02
79,23
87,20
81,95
88,69
40.26
29.06
30.08
42.24
42.88
31.98
20.77
12.80
18.05
11.31

Diperkirakan angka pengangguran terbuka di tahun 2003_2005 akan terus bertambah seiring dengan banyaknya perusahaan yang terancam pailit atau memindahkan investasinya ke negara lain.

Penanggulangan Kemiskinan
Bagaimana menangani kemiskinan memang menarik untuk disimak. Teori ekonomi mengatakan bahwa untuk memutus mata rantai lingkaran kemiskinan dapat dilakukan peningkatan keterampilan sumber daya manusianya, penambahan modal investasi, dan mengembangkan teknologi. Melalui berbagai suntikan maka diharapkan produktifitas akan meningkat. Namun, dalam praktek persoalannya tidak semudah itu. Lantas apa yang dapat dilakukan?
Program-program kemiskinan sudah banyak dilaksanakan di berbagai negara. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat program penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi antar negara bagian, memperbaiki kondisi permukiman perkotaan dan perdesaan, perluasan kesempatan pendidikan dan kerja untuk para pemuda, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi orang dewasa, dan pemberian bantuan kepada kaum miskin usia lanjut. Selain program pemerintah, juga kalangan masyarakat ikut terlibat membantu kaum miskin melalui organisasi kemasyarakatan, dan lain sebagainya.
Di Indonesia program-program penanggulangan kemiskinan sudah banyak pula dilaksanakan, seperti : pengembangan desa tertinggal, perbaikan kampung, gerakan terpadu pengentasan kemiskinan. Sekarang pemerintah menangani program tersebut secara menyeluruh, terutama sejak krisis moneter dan ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997, melalui program-program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Dalam JPS ini masyarakat sasaran ikut terlibat dalam berbagai kegiatan. Namun sayangnya, program bertujuan mulia ini mengalami penyimpangan dalam pelaksanaannya. Terjadi korupsi massal di setiap tingkat dan pos birokrasi, sehingga yang sampai ke masyarakat sudah terpotong habis.
Sedangkan, P2KP sendiri sebagai program penanggulangan kemiskinan di perkotaan lebih mengutamakan pada peningkatan pendapatan masyarakat dengan mendudukan masyarakat sebagai pelaku utamanya melalui partisipasi aktif. Melalui partisipasi aktif ini dari masyarakat miskin sebagai kelompok sasaran tidak hanya berkedudukan menjadi obyek program, tetapi ikut serta menentukan program yang paling cocok bagi mereka. Mereka memutuskan, menjalankan, dan mengevaluasi hasil dari pelaksanaan program. Nasib dari program, apakah akan terus berlanjut atau berhenti, akan tergantung pada tekad dan komitmen masyarakat sendiri. Walaupun sampai sekarang masih belum jelas, pelaksanaan dari program ini dan bagaimana hasilnya. Yang justru marak terjadi adalah penggusuran dan pembelian paksa lahan tanah rakyat oleh investor untuk sektor perdagangan eksklusif seperti Mall dan pusat perbelajaan.
Ketimpangan ini akhirnya menyebabkan kemiskinan tidak juga terentaskan. Dan masalah sosial yang timbul yang disebabkan oleh kemiskinan, tak kunjung terselesaikan.
Salah satu kebijakan yang bisa dipertimbangkan adalah memperlonggar pertumbuhan Sektor Informal. Sebab, realitas menunjukkan justru sektor_sektor informal inilah yang bisa menciptakan terciptanya berbagai lahan usaha baru, yang secara otomatis berarti ikut menekan angka pengangguran riel di masyarakat. Tanpa pemerintah susah_susah ikut menciptakannya. Tinggal bagaimana mengaturnya dengan kebijakan yang lebih kooperatif dan berkesinambungan, tanpa harus menghilangkan lahan hidup yang sudah mereka ciptakan. Departemen_departemen terkait harus membantu tumbuh berkembangnya iklim entrepreneurship. Keberpihakan kepada pengusaha kecil dan menengah (UKM) harus benar_benar direalisasikan, bukan sebatas lips service.
Selama ini banyak UKM yang tumbuh secara mandiri tetapi sulit mengembangkan usahanya karena tidak cukupnya modal dan jaringan pemasaran. Padahal jika diarahkan, mereka akan berkembang pesat, jumlah tenaga kerja yang ditampung juga akan makin banyak.

Siapa yang harus bertanggung jawab?
 Pemerintah
 Pendidik
 Pengusaha besar

Mengapa berjenjang?

Yang bisa diajarkan pada tiap jenjangnya
 Jenjang Pendidikan Dasar
- sasaran : kreativitas dan kemandirian
- menanamkan jiwa wirausaha; keteguhan dan bertanggungjawab
- menggali potensi kreatif anak, dan mengembangkan kemandirian
 Jenjang Pendidikan Menengah
- sasaran : Inovasi, ketekunan dan Orisinalitas
- melatih jiwa wirausaha, mengenalkan pada teknologi dan dunia usaha
- mengajarkan fungsi administrasi dasar
- mengajarkan strategi perencanaan usaha sederhana
- metode analisa SWOT
- metode SMART goal setting
- Teamwork skills,
- Leadership skills
- Communication & negotiation skills
- Management skills
 Jenjang pendidikan tinggi : 2 SKS untuk pendidikan kewirausahaan di semua jurusan
- Sasaran-sasaran sebelumnya disajikan dalam tingkat advance
- Tujuan : menyiapkan wirausahawan muda yang terampil, kreatif dan bertanggungjawab untuk mengembangkan perekonomian masyarakat, agar dapat memenuhi kebutuhannya secara mandiri ; dari, oleh dan untuk rakyat, mengoptimalisasikan potensi sumber daya alam dan manusianya, mengurangi populasi penduduk yang tidak bekerja, mengurangi angka kemiskinan, menignkatkan pendapatan per kapita, dan menghindarkan masyarakat dari cara-cara yang tidak halal dan tidak baik dalam memenuhi kebutuhan hidup.
posted by Gina Al ilmi Santoso @ 2:50 AM   0 comments
ide kecil 2
topik : Media Umum

Menggugat Media atau Penulis ?

Apa yang kita baca, dengar dan lihat dari berbagai media cetak dan elektronik yang ada sekarang ini merupakan jalan masuk untuk terbentuknya persepsi dan kerangka sikap dan perilaku kita. Tayangan acara, rangkaian berita, dan lain-lain output yang dihasilkan media berasal dari pemikiran dan ide-ide dari beberapa orang saja, namun dikonsumsi oleh ratusan juta orang. Industri media dan informasi tidak bisa berjalan bila tak ada pihak-pihak yang melahirkan berbagai ide kreatif untuk bergulirnya sebuah tayangan, atau menuliskan rangkaian peristiwa kedalam naskah, berita atau skenario.
Saat proses penulisan dan ide kreatif, gagasan bisa ditemukan lewat banyak cara. Ada yang menunggu datangnya ilham, berkelana mencoba menemukan suatu kejadian unik atau menangkap suatu fenomena, atau membuka-buka literatur koleksi untuk mencoba memperoleh ide baru. Banyak cara yang dilakukan. Beberapa orang langsung menggerakkan jari-jarinya dan menarikan sebuah komposisi diatas tiap tutsnya. Menuliskan rangkaian huruf yang berkait menjadi kata dan terangkai menjadi huruf. Dalam waktu beberapa jam sebuah ide kreatif atau bagian dari sejarah tercatat dalam memori elektronik, yang bisa kemudian abadikan dengan mengirimkannya ke redaksi suatu media, menyebarkannya lewat internet, atau mencetaknya untuk koleksi pribadi.
Dengan menulis berarti mengikat ilmu, seorang penulis berkata. Penulis lain mengatakan bahwa seseorang baru benar-benar mengabadikan dirinya dengan menulis. Seorang bisa menjadi seorang orator yang ulung, aktor yang hebat, atau pemimpin yang sukses, namun ia belum benar-benar mengabdikan dirinya bila belum menulis. Semua orang bisa menulis, namun hanya sedikit yang menulis dengan baik. beberapa orang berusaha untuk menulis dan menjadikannya lahan pencaharian. Yang lain menulis untuk menyuarakan pendapatnya, agar persepsinya bisa sampai ke publik yang lebih luas dengan penyampaian verbal tertulis.
Yang paling berharga adalah mereka yang menulis untuk membentuk generasi. Ia menyadari bahwa apa yang dilakukannya bukan semata-mata bentuk seni, bukan sarana aktualisasi diri, namun memiliki pertanggungjawaban publik. Fakta bahwa karya tulis yang dibuat akan menjadi konsumsi publik menjadi beban tersendiri bagi sang penulis. Penyebabnya karena bila ia menuliskan sebuah kekeliruan, perilaku yang tergambar dalam tulisan itu dapat diterapkan orang lain atau dijadikan landasan berpikir dan bertindak oleh mereka. Hingga bila seorang penulis membuat sebuah tulisan tanpa pemikiran matang dan bertendensi menyebarkan model perilaku negatif, hal tersebut merupakan kesalahan yang harus ia tanggung.
Lalu bagaimana caranya agar tulisan yang anda buat tidak membebani pikiran ? seperti yang semua orang bilang, semua perbuatan tergantung pada niat. Karena itu niatkan diri anda untuk menuliskan kebaikan, dan hanya kebaikan saja. Aib, kesalahan, dosa dan lain-lain kekhilafan manusia, disengaja maupun tidak, janganlah diabadikan dalan bentuk tulisan yang dapat dikomsumsi publik. Walaupun itu dalam bentuk kritik. Cukuplah bila keberatan kita atas suatu perilaku massa maupun individu yang ingin kita kritik, dilayangkan langsung pada individu yang bersangkutan, atau gambarkan keprihatinan kita akan perilaku tersebut saja.
Jangan sampai suatu perilaku yang seharusnya dihindari, sebuah tayangan yang seharusnya tidak ditonton atau kejadian yang seharusnya tidak terulang, dibuat kritiknya dengan cukup mengena saja, jangan sampai menuding, atau mendeskripsikan sebuah perilaku menyimpang dengan sangat vulgar, karena yang bisa timbul justru ketertarikan dan rasa ingin tahu dari orang-orang yang sebelumnya tidak mengetahui mengenai perilaku tersebut. Mengapa harus demikian? Karena manusia memiliki kecenderungan untuk meniru, dan stimulasi yang dimunculkan oleh deskripsi perilaku menyimpang yang tergambar dalam sebuah tulisan bisa menimbulkan keingintahuan mereka, membuat mereka penasaran, ingin mencoba-coba, dan lain sebagainya. Akibatnya, kerusakan makin tersebar, penyimpangan makin menggejala, hingga norma begitu kaburnya dan kebaikan terkesan menjadi noda.
Ketika publik tidak bisa lagi menemukan tuntunan dari tayangan yang mereka biasa tonton, harus pulakah makin disesatkan dengan tulisan yang tidak lagi menebarkan kebaikan?
Sejumlah pihak yang begitu mengagungkan seni menyembahnya begitu rupa hingga membangkang dari nilai moral dan hati nurani mereka sendiri. Sesembahan baru berupa seni yang diseret oleh lokomotif kebebasan berekspresi seolah tidak lagi bisa diusik oleh siapapun. Bahkan aroma ketuhanan yang menyatakan keberatan terhadap suatu perilaku tak mau mereka terima dengan alasan sebagai ekspresi seni. Sejumlah protes dan keberatan tersebut, datang dari mulut siapapun, langsung ditolak, dianggap tidak ada, bahkan ditepis dengan hinaan.
Kalangan yang berusaha menjaga mata dan telinga dirinya dan anak-anaknya dari keburukan yang diabadikan oleh kamera, ditayangkan oleh media dan dicetak oleh berbagai penerbitan itu tidak dianggap. Seolah-olah bukanlah bagian dari masyarakat Indonesia ini. Seolah komunitas media informasi dan hiburan, apakah itu radio, televisi dan media cetak adalah komunitas suci, bebas dosa dan bebas berbuat apapun. Tidak ada yang bisa mengendalikan dan memberikan batasan untuk media. Tidak ada pihak yang berusaha menjaga kualitas pemikiran dan perilaku generasi kini dan yang akan datang agar terjaga dari masuknya contoh perbuatan menyimpang.
Media massa dan informasi tersebut melenggang melakukan apasaja yang mereka ingin lakukan, bebas mengatakan apa saja yang mereka mau, bebas mengabadikan apa saja yang mereka lakukan. Semua demi perolehan profit. Semua dengan alasan kebebasan berekspresi. Begitu memprihatinkan bagaimana masa depan sebuah generasi tergadai demi rupiah. Begitu menyebalkan bagaimana moralitas hanya menjadi angin lalu tanpa pernah direnungi dan dihayati dalam wujud perilaku keseharian. Semua bisa bermula dari rangkaian ide yang tertulis, baik dalam bentuk liputan media, skenario, naskah berita, jadwal acara dan rangkaian pengisi acara, format sebuah tayangan, dan lain-lain bermula dari transfer ide lewat tulisan.
Dan ketakjuban kita tak berhenti sampai disitu. Lewat media cetak dan elektronik pun pembodohan dapat dilakukan dengan mudah. Kebohongan yang disampaikan berkali-kali pun lama kelamaan dianggap benar. Keberpihakan empunya media pun menyebabkan ketimpangan informasi yang tersebar. Dan kebaikan yang dibekap dan tidak diberi kesempatan untuk berbicara di media massa karena alasa yang tidak jelas pun kemudian hanya jadi catatan yang dibuang wartawan atau gulungan film yang tidak pernah dicetak atau ditayangkan.
Beberapa kali terdengar sejumlah pihak memberi ancaman atau mengirimkan suap pada stasiun berita dan media agar mereka tidak menayangkan suatu aksi protes dan demonstrasi yang digelar di jalan. Padahal suara yang diserukan berasal dari hati nurani rakyat. Atau yang menggelikan, suatu aksi yang hanya diikuti oleh segelintir orang bayaran bisa diekspos besar-besaran karena pengaruh pihak-pihak tertentu. Bilangan ratusan juta sudah menjadi jumlah yang lazim.
Mereka tidak menyadari besarnya cost yang harus ditanggung oleh negara kita bila masyarakat dan generasi pendatangnya rusak karena gempuran tayangan yang merusak moral dan budaya serta tersebar bebasnya media yang mengabadikan perilaku negatif dan menyimpang. Perilaku menyimpang tersebut kemudian ditiru, dicoba-coba dan akhirnya meruntuhkan batasan norma dalam masyarakat kita. Kerusakan perilaku dan kejahatan makin menyebar. Semua karena orientasi keuntungan sesaat dan tanpa pertimbangan tanggung jawab moral dan besarnya beban yang harus ditanggung kemudian.
Gugatan terhadap media dan para penulis kreatif dibuat demi menjaga agar kejeniusan yang tersimpan dalam kreasi berada dalam batas norma kesantunan dan kelayakan konsumsi publik. Agar semua hasil ide kreatif tersebut tetap sopan, baik, dan memberi teladan bagi masyarakat dan generasi penerus, hingga kebaikan mewujud nyata. Hingga tidak ada lagi penyimpangan yang makin abadi. Tidak ada lagi kerusakan yang dilegitimasi. Jangan ada lagi keburukan yang dijadikan contoh atau bahkan pembenaran untuk melakukan kejahatan yang sama atau lebih buruk. Karena keburukan tidak akan mati bila dihujat, namun akan makin menghilang bila banyak yang melaksanakan perbuatan baik. Setiap orang yang terlibat di dalam industri informasi dan hiburan kemudian menjadi agen perubahan menuju kebaikan.
Biasanya setelah proposisi diatas diajukan ada pihak yang mengajukan keberatan. Bagaimana dengan kecenderungan manusia pada hiburan yang memperturutkan nafsu menyimpang? tayangan tersebut mendatangkan uang, demikian keberatan mereka. Apakah semua selesai dengan uang? Banyak hal yang jadi rusak bila materi menjadi pertimbangan dalam segala hal. Apakah generasi kita bisa mewarisi masa depan negara ini bila sekarang asupan informasinya terhalangi oleh hawa nafsu dan pemikiran sehatnya tergadai oleh tayangan informasi dan hiburan yang merusak mereka?
Kita harus memegang teguh prinsip bahwa kebaikan jangan sampai dicampur adukkan dengan kerusakan, karena akan menjadikan semuanya rusak. Prinsip ini terutama harus dipelajari oleh para pemilik andil dalam media informasi dan hiburan. Mulanya hanya segelintir orang yang gemar menyantap tontonan tertentu yang serba seronok. Dulu masyarakat kita sangat santun dan menolak eksploitasi tubuh atau perilaku mistik sebagai komoditi.
Penyimpangan itu mulanya hanya dilakukakan oleh segelintir orang. Namun kini dengan alasan komersial, hati nurani digadaikan. Akal sehat tidak lagi digunakan. Pertimbangan yang bijak tidak pernah diambil. Keuntungan dan keuntungan dan keuntungan. Hanya itu yang tergambar dalam benak mereka. Manusia memang hidup dengan manusia lain. Namun bukan dari manusia lain. Mengherankan bagaimana sebagian dari mereka yang dahulu menjunjung idealita menjadi pengkonsumsi terbesar dan pemberi andil terbesar dalam menentang nilai ideal yang dahulunya mereka perjuangkan. Mengherankan bagaimana suara hati tertutupi oleh kilau materi. Menyakitkan bagaimana masa depan generasi kita terancam oleh tangan-tangan sebagian dari kita yang tidak mempergunakan nilai kebajikan dan kebijakan moral dalam berkreasi. Kreasi tidak bebas. Tidak ada kebebasan absolut. Keindahan suatu kebebasan hanya ada bila ia tegak dalam penghargaan terhadap batasan norma etis. Semoga kita bisa menjadi bagian dari masyarakat yang menebarkan kebaikan, dan memegang peran dalam mencegah menebarnya keburukan. Upaya kecil yang bisa kita mulai dari diri sendiri, dan dari sekarang.

Kampanye Media Sehat
1. Mengadakan penyadaran di tingkat masyarakat dengan menggerakkan komponen dalam masyarakat untuk secara aktif memantau media
2. Memformulasi strategi re-edukasi untuk para insan pers agar lebih berhati-hati dalam memproduksi berbagai berita
3. Menggiatkan para pekerja di industri televisi agar memproduksi tayangan yang sehat dan aman dikonsumsi.
4. Memberikan dorongan kepada lembaga legislatif agar dapat memproduk perundang-undangan yang secara jelas memberikan tindakan yang berat bagi pelanggar norma susila dan etika sosial. Batasan definisi untuk mengerangkakan perilaku ini dapat didasarkan pada norma agama, agar perumusan perundang-undangan ini tidak tersendat oleh perumusan definisi. Hal ini dimungkinkan karena dasar negara kita adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.
5. Memberikan dorongan pada usaha penerbitan untuk membuat labelling khusus pada tiap produk yang dihasilkan.
6. memberikan dorongan pada MUI agar membuat lembaga untuk memantau media yang halal dikonsumsi dan yang tidak, yang peraturannya didasarkan pada hadis dan ayat-ayat Qur’an, agar masyarakat mengetahui mana media yang halal dikonsumsi dan yang tidak. Lembaga ini diharapkan bisa mendapatkan legalitas dari Departemen Agama untuk menekan tiap media cetak dan usaha penerbitan untuk memasang label konsumsi usia pada setiap terbitannya. Label media halal ini juga perlu mendapatkan pantauan terus menerus agar media yang bersangkutan tetap berada dalam koridornya.
7. Lembaga swadaya masyarakat yang memiliki kepedulian pada isi media agar dapat membuat panduan tertulis sebagai bimbingan bagi insan yang terlibat dalam industri media. Hal ini sebagai upaya prevensi, juga sebagai upaya efisiensi gerakan agar kegiatan yang dilakukan oleh lembaga ini tidak hanya bersifat reaktif. Panduan ini diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi mereka yang terlibat di industri media dalam menghasilkan produk m
posted by Gina Al ilmi Santoso @ 2:42 AM   0 comments
ide kecil
topik : pendidikan

Urgensi Pendidikan Murah dan Berkualitas untuk Perbaikan Negara

Setiap individu yang ada di bumi nusantara ini lahir dengan kapasitas potensinya masing-masing. Secara kolektif, kita semua berada dalam sistem negara kesatuan yang berdaulat dan pemerintahan demokratis. Secara nasionalis, kita berdiri sebagai sebuah bangsa yang harmonis, berhasil menyatukan ratusan etnis yang berbeda, dengan puluhan corak bahasa dan adat kebiasaannya.
Namun yang menjadi pertanyaan sekarang adalah : Apakah Indonesia cukup baik untuk perkembangan masyarakatnya? Ada berbagai fenomena sosial yang menjadikan Indonesia bukan sebagai tempat yang baik bagi perkembangan individu masyarakatnya. Beberapa kasus yang dikemukakan dalam tulisan ini adalah mengenai tawuran (pelajar maupun masyarakat etnis), fenomena kemiskinan, anak jalanan dan pengangguran serta etos kerja yang buruk. Sumber data dalam artikel ini dikutip dari berbagai artikel dari bps.go.id, serta dari buku laporan hasil survei bps. Pembahasan dilakukan dengan mengambil teori perencanaan pendidikan dari Phillip H. Combs & Jerry Miner.
TAWURAN
Kejadian tawuran di Indonesia, misalnya, begitu sering terjadi pada remaja di kota besar Indonesia, terutama di Kota Jakarta dan Bogor sehingga telah berada pada tahap yang mengkhawatirkan, dan telah memakan korban jiwa para remaja yang seharusnya menjadi penerus bangsa. Di Bogor saja, telah dilaporkan bahwa terjadinya tawuran seringkali merupakan aktivitas yang direncanakan sehingga termasuk kejahatan yang terencana, dimana para pelajar ini membawa senjata tajam aneka bentuk mulai dari gir sepeda, payung berbentuk pisau, golok, samurai, clurit dan berbagai benda berbahaya lain untuk menganiaya musuhnya dengan sengaja (Dina, Puspita, Tanjung dan Widiastuti, 2001). Di antara mereka bahkan melakukan penganiayaan hingga menewaskan lawannya dengan perasaan tidak bersalah dan berdosa.
ETOS KERJA YANG BURUK
Disamping itu etos kerja yang buruk, rendahnya disiplin diri dan kurangnya semangat untuk bekerja keras, keinginan untuk memperoleh hidup yang mudah tanpa kerja keras, nilai materialisme (materialism, hedonism) menjadi gejala yang umum dalam masyarakat. Hal ini tercermin pada tingginya praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme yang terjadi di Indonesia, khususnya pada lembaga pemerintahan sehingga mendapatkan gelar negara terkorup di dunia sesuai laporan PERC pada tahun 2002 [4].
ANAK JALANAN
Hasil survei Tri Wulan I (Januari-Pebruari-Maret) 2001 menunjukkan bahwa jumlah anak jalanan di 25 kantong penelitian di DKI Jakarta, diperkirakan sebanyak 1135 orang. Berdasarkan data tersebut jumlah anak jalanan yang paling banyak berada di wilayah/kodya Jakarta Barat, yaitu sebanyak 30.67 %, sedangkan yang paling sedikit berada di wilayah/kodya Jakarta Pusat, yaitu sebanyak 10.40 %.
Berdasarkan hasil survei triwulan II bulan April - Juni 2001, jumlah anak jalanan di 25 kantong penelitian di DKI Jakarta, diperkirakan bertambah sebesar 11.22 % bila dibandingkan dengan hasil survei triwulan I. Populasi anak jalanan terbesar masih tetap berada di kantong penelitian wilayah Jakarta Barat, yaitu sebesar 31.96%. Sementara itu, jumlah anak jalanan terkecil tetap berada di kantong penelitian wilayah Jakarta Pusat, yaitu sebesar 11.77% kondisi ini sama halnya dengan hasill survei pada triwulan I yang diadakan pada bulan Januari – Maret 2001

survei triwulan III bulan Juli - September 2001 memperlihatkan jumlah anak jalanan di 25 kantong penelitian di DKI Jakarta diperkirakan turun sebesar 7.00 % bila dibandingkan dengan hasil survei triwulan II. Populasi anak jalanan di Jakarta Barat menurun –22.03%, tetapi tetap berpersentase terbesar yaitu 26.80%. Sementara itu, walau mengalami kenaikan sebesar 21.69%, jumlah anak jalanan terkecil tetap berada di kantong penelitian wilayah Jakarta Pusat, yaitu sebesar 15.40%. Persentase ini cenderung sama dengan hasil survei pada triwulan II yang diadakan pada bulan April - Juni 2001.

Hasil survei anak jalanan triwulan IV, periode Oktober - Desember 2001 di 25 kantong penelitian di DKI Jakarta memperlihatkan penurunan jumlah anak jalanan sebesar 2,02 % bila dibandingkan dengan hasil survei triwulan III. Hal ini sangat dimungkinkan mengingat dari kelima wilayah penelitian, telah terjadi penurunan populasi anak jalanan di tiga wilayah yang dianggap sebagai basis anak jalanan yaitu masing-masing Jakarta Utara 9.14 %, Jakarta Timur 2.76 % dan Jakarta Selatan 24.85 %. Sementara itu, untuk triwulan IV, jumlah anak jalanan terkecil berada di Wilayah Jakarta Utara yaitu sebesar 15,34 %. Ini berarti menggeser posisi jumlah anak jalanan di wilayah Jakarta Pusat pada triwulan sebelumnya.
FENOMENA KEMISKINAN
Seorang peneliti di BPS (bps.go.id) mengemukakan bahwa; secara nasional, kondisi ketahanan pangan dan kemiskinan sangat berkaitan dengan jumlah, pertumbuhan, komposisi dan pesebaran penduduk. Ia menemukan bahwa kondisi ketahanan pangan sendiri mempunyai hubungan timbal balik dengan kemiskinan, tetapi tidak selalu positif, karena selain kebijakan pemerintah banyak variablel-variabel yang mempengaruhi kedua keadaan tersebut.
Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya mempunyai 49,5 juta jiwa penduduk yang tergolong miskin (Survei Sosial Ekonomi Nasional / Susenas 1998). Mengapa hal ini bisa terjadi?
Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari 17,6 juta jiwa di perkotaan dan 31,9 juta jiwa di perdesaan. Angka tersebut lebih dari dua kali lipat banyaknya dibanding angka tahun 1996 (sebelum krisis ekonomi) yang hanya mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 7,2 juta jiwa di Perkotaan dan 15,3 juta jiwa perdesaan. Akibat krisis jumlah penduduk miskin diperkirakan makin bertambah.
Menurut data BPS hasil Susenas pada akhir tahun 1998, garis kemiskinan penduduk perkotaan ditetapkan sebesar Rp. 96.959 per kapita per bulan dan penduduk miskin perdesaan sebesar Rp. 72.780 per kapita per bulan. Dengan perhitungan uang tersebut dapat dibelanjakan untuk memenuhi konsumsi setara dengan 2.100 kalori per kapita per hari, ditambah dengan pemenuhan kebutuhan pokok minimum lainnya, seperti sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi. Angka garis kemiskinan ini jauh sangat tinggi bila dibanding dengan angka tahun 1996 sebelum krisis ekonomi yang hanya sekitar Rp. 38.246 per kapita per bulan untuk penduduk perkotaan dan Rp. 27.413 bagi penduduk perdesaan.
FENOMENA PENGANGGURAN
Sejak krisis ekonomi melanda tahun 1999 lalu, angka pengangguran rupanya terus membengkak. Orang makin sulit mendapatkan pekerjaan atau penghasilan untuk mempertahankan hidupnya.
Berdasarkan data Bapenas, saat ini jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mencapai angka 9,1 juta jiwa. Jika para penganggur tidak kentara dimasukkan, yakni pekerja yang bekerja di bawah 35 jam seminggu, maka angka itu membengkak menjadi hampir 40 juta. Jadi, hampir seperempat dari total jumlah penduduk kita

Urgensi Perencanaan Pendidikan Berkualitas
Nampaknya tidak ada keraguan dari diskusi bahwa proyeksi SDM akan berlanjut dan menjadi panduan penting dari pendidikan, dalam membuat kontribusi terbesarnya untuk pertumbuhan ekonomi. Diskusi juga membuat jelas bahwa pertanyaan yang paling krusial yang membutuhkan penelitian saat ini adalah dalam area umum antara perencanaan pendidikan dan perencanaan SDM, lebih bersifat, sosiologis, psikologis, politis, dan paedagogis dalam karakternya daripada sifat ekonomisnya.
Bukti menunjukkan akumulasi bahwa ‘produksi’ pendidikan meningkat lebih cepat di banyak negara berkembang dibanding usaha menciptakan lapangan kerja baru untuk lulusannya, dan bahkan untuk para sarjana. Padahal rasanya baru kemarin usaha pembangunan dan pengaturan pelaksanaan pemerintahan di negara berkembang dibebani oleh kekurangan sumber daya manusia yang terdidik.
Sampai masalah pekerjaan dan pengangguran ini lebih dipahami, negara mengalami resiko pembuatan kebijakan yang salah dengan usaha pengembangan pendidikan, terutama jika tanda pertama dari timbulnya pengangguran diantara mereka yang terdidik membuat mereka panik akan kebijakan pengurangan pendidikan.

Mengapa Pendidikan?
Strategi yang paling tepat sasaran dan efektif bagi perubahan sosial adalah melalui pendidikan (Phillip Kotler). Masyarakat yang telah terbentuk sebelumnya bisa diperbaiki dengan strategi re-edukasi. Dalam strategi ini, dilakukan pendidikan dengan sasaran yang lebih tepat sasaran, sesuai kebutuhan, dan lebih ekonomis sehingga pendidikan yang diberikan memiliki kualitas yang tinggi namun bisa tetap terjangkau.
Permintaan Final untuk Pendidikan
Dalam prakteknya, pusat aspek konsumsi dari pendidikan adalah bukan ditentukan secara langsung oleh antisipasi permintaan maupun kemungkinan perencanaan produksi. Herbert S. Parnes, mengacu pada komposit pengaruh sebagai ‘pendekatan kultural’ untuk meningkatkan kebutuhan terhadap pendidikan. Bagi Parnes, ‘inti dari pendekatan kultural..adalah dalam rekognisi bahwa pendidikan menyediakan hal selain tujuan ekonomis.
Karena pendidikan adalah elemen vital dalam politik, sosial, dan modernisasi kultural, sama halnya pertumbuhan ekonomi, pemisahan tradisional dari aktivitas penggunaan-sumber yang meningkatkan produktivitas dan memberi kegunaan pribadi tidaklah sesuai. Buah kebenaran dalam posisi ini adalah program pendidikan memberi kontribusi pada modernisasi dan pembangunan melalui jalur selain peningkatan produkvitas dan evaluasi program dan penentuan prioritas harus juga memperhitungkan efek intra-struktur. Dalam prinsipnya, target untuk semua sektor harus ditentukan dengan memperhatika efek ekonominya, namun penghargaan ini pendidikan secara kualitatif berbeda karena hubungan integralnya dengan dimensi non ekonomis yang krusial dari pembangunan.

Persyaratan untuk Fasilitas, Perlengkapan, dan Personil
Penentuan jumlah insan terdidik pada akhir periode perencanaan, dan spesifikasi lanjutan dari rasio dimana target utama akan dicapai, akhirnya sampai pada penentuan fasilitas, perlengkapan dan para personil. Pada prinsipnya, pendirian target sektoral memperhitungkan pengetahuan kuantitas dan segala jenis faktor produktif yang orisinil dan produk lanjutan yang diperlukan untuk beragam output sektoral.
Untuk banyak komoditas, stardar produksi yang ada relatif banyak, dan keberadaan sumber daya, satu diantaranya cukup superior sehingga tidak susah untuk menentukan input yang dibutuhkan pemenuhan target sektoral. Keperluan untuk mengekonomisasi penggunaan pertukaran luar negeri dan nilai sosial dan budaya asli memperngaruhi pilihan diantara beragan metode produktif, sampai pada suatu titik, namun untuk kebanyakan komoditas, persyaratan teknologi dan keberadaan sumber daya domestik mempersempit jangkauan keberagaman, terutama jika produk harus bersaing dengan barang dari dalam maupun luar negeri.
Dalam sektor pendidikan, bagaimanapun sedikit yang diketahui tentang transformasi dari input ke output, dibandingkan dengan pilihan diantara metode produktif yang seringkali tidak muncul sebagai satu metode tunggal yang terbukti berhasil. Dalam keadaan ini, hampir tidak mungkin untuk mendapatkan kombinasi paling sederhana dari fasilitas, peralatan, dan personil, untuk menyediakan peningkatan dalam kapasitas keahlian. Bahkan, aturan jari kemudian digunakan dengan penghargaan untuk memberi ruang per orang, rasio guru-siswa, kualifikasi pengajar, peralatan dan bahan per siswa, dan disini terdapat dasar untuk penentuan biaya. Aturan jari ini biasanya berasal dari aplikasi metode belajar tradisional dari barat, dan secara umum dimodifikasi untuk kondisi lokal, terkadang gagal mempertimbangkan kemungkinan dasar yang datang untuk memenuhi kebutuhan dan sumber daya dari negara berkembang.
Pada proses perencanaan itu sendiri, keseluruhan proses yang terlibat dalam memformulasikan rencana dan mewujudkannya ke dalam tindakan. Masalah dalam perencanaan ini adalah seringkali hanya sampai pada jarang sekali keluar dari kertas dan diterapkan dalam kenyataan. Implementasi, bersama dengan kualitas, merupakan masalah nomor satu dalam perencanaan pendidikan. Kegagalan untuk mengimplementasikan rencana bisa jadi merupakan hasil dari beberapa sebab : kekurangan dana, fenomena leber botol dari ketersediaan guru dan fasilitas yang tidak bisa diantisipasi, ketidakseimbangan aliran siswa yang tidak terlihat, kapasitas pendidikan pada berbagai level, dan sejumlah kemungkinan lain. Namun masalah implementasi yang banyak ditemukan adalah kekurangan dalam hal mesin/alat administratif dan personil, dan kurangnya pemahaman dan dukungan untuk perencanaan bagian yang dapat dilaksanakan. Untuk alasan ini, ‘kemampuan administratif‘ bisa jadi sama penting dengan sumber daya, atau fenomena leher botol dari pendidikan, dalam hal uang dan pengajar.
Karena itu menjadi amat penting dalam proses perencanaan, untuk merencanakan, tidak hanya apa yang harus dilakukan dalam sistem pendidikan, tapi juga menyediakan aturan administratif, prosedur, dan personil yang diperlukan untk membuatnya terlaksana. Rencana yang dibuat seringkali tidak realistis, dan seringkali tidak dapat dikerjakan, karena belum diujikan untuk menghadapi keterbatasan ekonomi, atau karena tidak memperhitungkan sumber administratif untuk perencanaannya. Tantangannya adalah untuk menemukan sejumlan cara positif untuk memperkecil kekurangan, memperkuat dan memodernisasi sistem administratif, untuk membuatnya kapabel untuk menangani tugas perkembangan yang sulit dan penting yang hanya dapat ditangani mereka.
Sejauh ini, Pendidikan Murah dan Berkualitas di Indonesia mungkin hanya menjadi Utopia, impian besar yang tak mungkin tergapai. Namun dengan komitmen yang kuat dari semua pihak, dukungan yang baik dari dunia internasional, serta pelaksanaan program yang kongkrit dan bersih dalam sistem pemerintahan yang telah kita miliki disini di Indonesia, mimpi besar itu mungkin tak lama lagi bisa diwujudkan. Dan Indonesia bisa kembali menjadi bangsa besar yang memimpin dengan sumber daya manusianya yang memiliki banyak keunggulan.

posted by Gina Al ilmi Santoso @ 2:34 AM   0 comments
Monday, July 05, 2004
testing
testing
posted by Gina Al ilmi Santoso @ 3:15 AM   0 comments
testing
testing
posted by Gina Al ilmi Santoso @ 3:15 AM   0 comments
<
about me
My Photo
Name:
Location: Bogor, Jawa Barat, Indonesia

simplifying analytics, lesser worries

Udah Lewat
Archives
Links
My Other Blog
Template By
Free Blogger Templates
© negeri hijau biru